My Blog List

Friday, December 3, 2010

KONSEPKAN DIRI KITA~


Kita hidup dan terlahir di dunia ini lalu di rawat, di asuh dan di didik oleh orang tua kita sehingga kita bisa tumbuh dan berkembang hingga saat ini. Namun, Apakah selama ini kita sudah benar-benar memahami diri kita seutuhnya? Yohohoho~ apa yang kita pikirkan, rasakan dan juga yang kita lakukan merupakan cerminan dari diri kita yang akan di pandang atau di nilai oleh orang lain. Mengapa orang itu di nilai baik atau buruk, ramah, sopan, pandai, perhatian, peduli atau pun tidak merupakan cerminan dari perilaku yang telah kita perbuat. Namun, terkadang ada pula orang yang lupa atau pun kehilangan identitas dan jati dirinya, entah apa penyebabnya, entah itu karena kehilangan prinsip hidup, keyakinan, arah atau tujuan hidupnya dan lain sebagainya. Begitu pula dengan saya yang masih mencari-cari jati diri atau identitas diri yang sesungguhnya, masih terus bereksplorasi agar bisa keluar dari krisis identitas (meminjam istilah teori Post-Freudian Erikson). Mungkin tidak hanya saya, Anda pun dan bahkan semua umat manusia ingin mengenal diri sendiri secara lebih baik karena kita mengendalikan pikiran dan perilaku kita sebagian besar sampai batas kita memahami diri sendiri – sebatas kita menyadari siapa kita (menurut De Vito 1997:57). Dan tentunya apa yang kita lakukan, pikirkan dan ketika membuat serta mengambil keputusan, bagaimana kita mempersepsikan sesuatu tidak terlepas dari faktor eksternal baik itu dari orang-orang yang dekat dengan kita, lingkungan, norma dan lain sebagainya. Ada yang nyaman dengan diri sendiri ada pula yang merasa kurang bahkan ada pula yang sampai membenci dirinya sendiri.
Agar bisa lebih memahami tentang diri, alangkah baiknya jika kita mengetahui arti (definisi) dari diri (self) tersebut. Dalam bukunya yang terkenal Principles of Psychology, William James (1890, dalam Sarwono, 1997) mengemukakan masalah self (diri). Self adalah segala sesuatu yang dapat dikatakan orang tentang dirinya sendiri, bukan hanya tentang tubuh dan keadaan psikisnya saja, melainkan juga tentang anak-istri, rumah, pekerjaan, nenek moyang, teman-teman, milik, dan uangnya. Kalau semua bagus, ia merasa senang dan bangga. Akan tetapi, kalau ada yang kurang baik, rusak, hilang, ia merasa putus asa, kecewa, dan lain-lain.
Yaaahh~ hal tersebut merupakan salah satu definisi tentang self dari berbagai definisi lain di dalam litelatur ataupun buku-buku referensi yang saya baca. Sebagian besar orang ada yang nyaman alias klop dengan dirinya ada pula yang merasa kurang nyaman sampai bahkan membenci dirinya sendiri!? Seiring waktu berjalan umur kita semakin bertambah, semakin banyak hal yang kita alami, hadapi dan tuntutan-tuntutan yang perlu diperjuangkan dan diraih/ dicapai, ada pun yang mengatakan, “Semakin tua orang diharapkan semakin matang. Bisa diibaratkan seperti bawang, yang terkelupas kulitnya satu per satu, sehingga tidak perlu membentengi dirinya dengan segala macam kebohongan dan kepura-puraan. Ia tak perlu topeng, sehingga hidupnya lebih enak, lebih ringan, karena menjadi diri sendiri.”

Adanya suatu pandangan pribadi yang dimiliki seseorang tentang dirinya masing-masing, itulah konsep diri. Konsep diri Anda adalah apa yang terlintas dalam pikiran saat Anda berpikir tentang “saya”. Masing-masing kita melukis sebuah gambaran mental tentang diri sendiri, dan meskipun gambaran ini mungkin sangat tidak realistis, hal tersebut tetap milik kita dan berpengaruh besar pada pemikiran dan perilaku kita.
Siapakah saya?Apakah saya?Jawaban yang saya berikan terhadap kedua pertanyaan ini mengandung konsep diri saya sendiri, yang terdiri atas:
1.      Citra Diri (self-image). Bagian ini merupakan deskripsi sederhana; misalnya, saya seorang pelajar, saya seorang kakak, saya seorang pemain sepak bola, tinggi badan saya 168cm, berat badan saya 52kg, dan sebagainya.
2.      Penghargaan Diri (self-esteem). Bagian ini meliputi suatu penilaian, suatu perkiraan, mengenai kepantasan-diri (self worth); misalnya, saya peramah, saya sangat pandai, saya keren, dan sebagainya

Dalam sistem pendidikan kita, ketika belajar disekolah kebanyakan para siswa/siswi dituntut untuk menyelesaikan atau mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dari berbagai mata pelajaran. Sehingga kebanyakan dari kita sibuk untuk mencari bahan untuk mengerjakan tugas, atau pun sibuk berdiskusi bahkan berdebat, bahkan ada pula yang menggunakan jalur khusus alias copy-paste entah itu dari internet (mbah google) atau dari teman-temannya sendiri. Yaah~ kurang-lebih begitulah realitanya!? Padahal menurut Gordon Dryden dan Dr. Jeannette Vos dalam bukunya yang luar biasa, The Learning Revolution menyatakan bahwa mata pelajaran apa pun yang diambil para siswa, tolok ukur sesungguhnya dalam sistem pendidikan masa depan adalah seberapa besar kemampuannya dalam membangkitkan gairah belajar secara menyenangkan. Pendekatan ini akan mendorong setiap siswa untuk membangun citra diri positif yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan mereka. Dalam setiap sistem yang terbukti berhasil – Yang dipelajari diseluruh dunia – citra diri ternyata lebih penting daripada materi pelajaran.
Myers and Myers (1988:67) menyatakan bahwa penghargaan diri adalah suatu perasaan yang dapat Anda peroleh pada saat tindakan Anda sesuai dengan kesan pribadi Anda dan pada saat kesan khusus mengira-ngira suatu versi yang diidealkan mengenai bagaimana Anda mengharapkan diri Anda sendiri. Penghargaan diri lebih merupakan suatu persepsi evaluasi publik ketimbang konsep diri. Pesan-pesan intern mengenai diri Anda (konsep diri dan penghargaan diri), dalam kadar yang besar, mengarahkan Anda untuk merasakan diri Anda dalam berhubungan dengan orang lain.

Ada tiga cara untuk menanggapi diri sendiri secara keseluruhan, yaitu:
1.      Konsep diri yang disadari, yakni pandangan individu mengenai kemampuannya, statusnya, dan perannya.
2.      Aku sosial atau Aku menurut orang lain, yaitu pandangan individu tentang cara orang lain memandang atau menilai dirinya.
3.      Aku ideal, yaitu harapan individu tentang dirinya atau akan menjadi apa dirinya kelak. Jadi, aku ideal merupakan aspirasi setiap individu.

Konsep diri terbentuk karena adanya interaksi individu dengan orang-orang disekitarnya. Apa yang dipersepsi individu lain mengenai diri individu, tidak terlepas dari struktur, peran, dan status sosial yang disandang seorang individu. Struktur, peran, dan status sosial merupakan gejala yang dihasilkan dari adanya interaksi antara individu satu dan individu lain, antara individu dan kelompok, atau antara kelompok dan kelompok (Lindgren, 1973)

Ryuuzaki J.A.Y
Door Duisternis Tot Licht

Referensi :
-          Drs. Alex Sobur M.Si, Psikologi Umum, CV PUSTAKA SETIA, Bandung 2003.
-          Gordon Dryden and Dr. Jeannette Vos, The Learning Revolution.

Artikel lainnya:

No comments:

Post a Comment