My Blog List

Monday, December 6, 2010

EMOSI MARAH MERUPAKAN ANUGERAH TUHAN..


Heeeuu~ Kesaaall, kecewaaa, siallaaann, kuraaang ajaaarr…Rrrrggghh. Geraaamm, marraaahh.. merupakan salah satu emosi yang akan muncul mungkin ketika ada hal-hal yang kita inginkan tidak sesuai dengan harapan kita, atau jika ada sesuatu yang menghambat/mengganggu tujuan kita. Ada pun tipe orang yang cara menyelesaikan persoalan masalahnya dilampiaskan melalui kemarahan dan juga anarkis. Hmm.. di setiap ada sedikit kesalahan yang dilakukan rekan kerjanya langsung tabok/hajar/pukul/pecut, tidak hanya di tempat kerja bahkan di rumah pun ketika kekesalan atau kemarahan masih belum terpuaskan istri dan juga anak pun dijadikan tumbal a.k.a KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tetangga eh Tangga maksudnya!?Xp). Ckckck.. Tidak hanya orang dewasa bahkan anak-anak juga para remaja pun turut ikut serta dalam keanarkisan sebagai jalan untuk memecahkan masalah-masalah mereka, lihat saja di berita-berita televisi, koran, dan media lainnya mengenai tauran antar mahasiswa, anak SMA, SMP bahkan mungkin anak SD pun tak mau kalah untuk turut eksis dalam keanarkisan kakak-kakaknya!? Semoga hal tersebut tidak menjadi budaya anak bangsa dalam memecahkan masalah.~.~
Belum lagi kasus-kasus pem-buli-an (bullying) disekolah dimana seorang anak/siswa menjadi bulan-bulanan kekerasan, mengkeroyoknya, menyiksanya atau bahkan saling beradu jotos untuk membuktikan siapa yang kuat dan siapa pantas berkuasa. Bisa kita lihat dengan banyaknya anggota geng/gank/gang/genk (bingung cara nulis yang benernya gimana?!==a) entah itu gang motor, gang nero, dsbgnya. Nampaknya ada pun para orang tua yang berpikir bahwa tidaklah terlalu aman melepas anak-anaknya bermain dengan siapa saja sekarang. Karena mereka merasa walaupun masih anak-anak tetapi temperamen mereka tidak dijamin sudah mendapat sentuhan pengajaran dan pendidikan. Kembali lagi kepada sistem pendidikan kita yang selalu dipertanyakan mengenai produknya, karena sebagaimana saya rasakan pendidikan di sekolah lebih menitikberatkan pada kuantitas nilai mata pelajaran yang diambil bukan pada citra diri yang positif yang sebenarnya sangat diperlukan bagi siswa agar memiliki akhlak yang baik dan memperoleh jati diri yang baik dan berkualitas.
Nah, disinilah perlunya kita dalam mengendalikan diri kita yang termasuk mengendalikan emosi, mengendalikan hawa nafsu, dan lain sebagainya. Mengendalikan diri juga termasuk ketika kita tidak memikirkan keuntungan diri sendiri, tidak membeli sesuatu hanya karena kesenangan dan keinginan semata, tidak boros, tidak mengeluh dan marah-marah ga jelas disaat segalanya berjalan buruk, tidak takut kalah dan salah, tidak mengundur-undur segala hal yang harus diselesaikan sekarang, tidak terlambat saat janji, tidak moody dan lain sebagainya karena kita bisa mengendalikan semua itu, entah itu dengan cara menahan diri atau memilih sesuatu yang baik untuk kedepannya, atau karena untuk kebahagiaan orang-orang yang dicintai dsbg.

Emosi marah merupakan bagian dari diri manusia itu sendiri yang merupakan anugerah dari Tuhan. Kenapa harus ada emosi marah? Kan itu biasanya suka menyakiti orang lain dan terkadang kita merasa bersalah dan menyesal ketika kita melampiaskan kekesalan atau kemarahan kita kepada orang lain. Para pembaca yang budiman, perlu kita sadari bahwa Hanya seorang pemarah yang bisa betul-betul bersabar.” Karena jika ada seseorang yang tidak bisa merasa marah, maka tidak akan ada orang yang bisa disebut penyabar. Padahal Tuhan-kan suka sama orang-orang yang sabar dan selalu memberi bonus pahala kebaikan bagi orang yang penyabar,maka oleh karena itulah emosi marah itu diadakan pada diri kita agar kita bisa mengendalikan diri kita, mengelola kemarahan kita untuk tetap berlaku baik dan adil sehingga  menjadikan diri kita bersabar. Mungkin diantara para pembaca ada yang berkata,”sabar, sabar... ngomongnya sich gampang,tapi dalam kenyataannya mah susah, tetap saja esmosi.” Thats right brother, untuk bersabar itu sulit; karena kesabaran kita diukur dari kekuatan kita untuk tetap mendahulukan yang benar dalam perasaan yang membuat kita seolah-olah berhak untuk berlaku melampaui batas. Jika kita perhatikan, kita lebih sering menderita karena kemarahan kita, daripada karena hal-hal yang membuat kita merasa marah. Disaat kita marah dan melampiaskannya ke seseorang justru hal tersebut bukannya menyelesaikan masalah tetapi malah menambah masalah yang dikarenakan adanya pihak yang merasa tersinggung dan akhirnya bisa saja ia melaporkan ke yang berwajib seandainya ketika Anda marah mengucapkan kata-kata kasar, tidak senonoh dengan gugatan pencemaran nama baik seperti kasus yang pernah temui sekitar 2 tahun yang lalu. Hal ini disebabkan karena kemarahan kita sering melambung lebih tinggi daripada nilai dari sesuatu yang menyebabkan kemarahan kita itu, sehingga kita sering bereaksi berlebihan dalam kemarahan. Jadi, jika kita menyadari dengan baik tentang kerugian yang bisa disebabkan oleh reaksi kita dalam kemarahan, kita bisa menjadi berhati-hati dalam bereaksi terhadap apa pun yang membuat kita merasa marah. Nah, kehati-hatian dalam bereaksi  terhadap yang membuat kita marah itulah yang menjadikan kita tampil sabar.
Hmm..dalam mengendalikan diri ini kita memiliki lawan yang akan kita hadapi, yaitu diri kita sendiri. Apakah kita mampu mengalahkan semua ego dan sifat buruk yang menahan kemampuan kita ataukah justru terbawa arus hawa nafsu yang menghancurkan sikap positif kita yang telah kita bangun?! Nafsu adalah kekuatan yang tidak pernah netral, karena ia hanya mempunyai dua arah gerak; yaitu bila ia tidak memuliakan, pasti ia menghinakan. Nafsu juga bersifat dinamis, karena ia menolak berlaku tenang bila kita merasa tenang. Disinilah kita perlu mengendalikan diri kita karena tanpa pengendalian diri yang kuat, tidak akan ada keputusan akhir yang bijaksana, taktis, dan sukses.

Kebijakan para pendahulu kita telah menggariskan bahwa untuk menjadi marah itu mudah, dan patut bagi semua orang. Tetapi, untuk bisa marah kepada orang yang tepat, karena sebab yang tepat, untuk tujuan yang tepat, pada tingkat kemarahan yang tepat, dan dengan cara yang tepat itu tidak untuk orang-orang yang kecil. Maka seberapa besarkah kita menginginkan diri kita jadinya? Jika kita bisa mengendalikan diri kita maka ketika kita marah pun, kita marah memiliki tujuan dan sebab yang tepat sehingga kita bisa mengukur tingkat kemarahan dan dengan cara yang tepat. Contohnya, ketika kelas 6 SD para siswa disaat dalam proses belajar-mengajar banyak yang bermain-main, ada yang main kapal-kapalan dari kertas, bermain game boy, main tamagochi, main kartu dan lain sebagainya. Seorang guru pun akan marah karena anak didiknya memiliki perilaku yang tidak menghargai antar sesama, sebagai seorang guru yang bijak tentunya ia tidak akan memukul, mencekik atau menggantung siswanya, tetapi ia akan marah dengan alasan agar siswanya sadar untuk bisa menghargai orang lain, disiplin waktu (kapan dia harus bermain dan belajar), dengan perkataan-perkataan yang bijak bukannya sebutan-sebutan kebun binatang yang terlontar.
Katakanlah, tidak ada orang yang cukup penting yang bisa membuat saya marah dan berlaku rendah.

Bila Anda seorang pemimpin, dan Anda telah menerima tugas untuk meninggikan orang lain; maka tidak ada badai, gempa, atau air bah yang bisa membuat Anda mengurangi nilai Anda bagi kepantasan untuk mengemban tugas itu.
Ingatlah, bahwa orang-orang yang berupaya mengecilkan Anda itu-adalah sebetulnya orang-orang kecil.
Karena, orang-orang besar akan sangat berhati-hati dengan perasaan hormat Anda kepada diri Anda sendiri.
Bila mereka marah pun kepada Anda, mereka akan berlaku dengan cara-cara yang mengundang Anda untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Sedangkan orang kecil? Orang-orang kecil membuat orang lain merasa kecil agar mereka bisa merasa besar.
Anda mengetahui kebesaran yang dijanjikan untuk Anda. Maka besarkan-lah orang lain.


Referensi:
-          Mario Teguh dan beberapa artikel yang saya baca tapi lupa siapa dan di web mana yang saya baca.

Ryuuzaki J.A.Y
"Orang yang tahu takkan lebih baik dari orang yang mengerti.
Orang yang mengerti takkan lebih baik dari orang menghayati.
Orang yang menghayati takkan lebih baik dari orang yang terbiasa. 
Bisa karena terbiasa. 
Dan terbiasa karena bisa."

"Dengan terbiasa untuk mengendalikan diri, kamu ibarat seseorang yang terbiasa mengendarai kendaraan. 
Hanya perlu memikirkan hendak pergi ke mana, bukan sibuk memikirkan bagaimana cara mengendarai kendaraan yang kamu naiki."
 

Artikel lainnya:

No comments:

Post a Comment